Pers Rilis | Forgotten: Laras Perlaya

‘Laras Perlaya’ adalah titel dari album baru Forgotten yang dirilis oleh Rock Records pada tahun 2011. Album ini adalah album ke 5 bagi Forgotten yang telah berdiri sejak tahun 1994. Bermaterikan 10 lagu yang direkam di Masterplan Recording Chamber Studio sedangkan untuk tahap mixing dan mastering dilakukan di Dialog Studio, Bandung. Aransemen pada komposisi lagu pada album kelima ini masih tetap dengan genre death metal yang progresif. Yang membuat album ini menjadi berbeda dengan album sebelumnya adalah adanya kolaborasi Forgotten dengan musisi tradisional sunda yang memainkan kesenian tarawangsa dan beluk.
Di tanah Pasundan, keberadaan Tarawangsa lebih tua umurnya daripada rebab. Dalam naskah kuno Sewaka Darma (abad ke-18), menyebutkan Tarawangsa sebagai nama alat musik. Kesenian Tarawangsa dimainkan oleh dua instrument yaitu Tarawangsa dan Jentreng. Tarawangsa adalah sejenis alat musik gesek yang prinsip memainkannya mirip dengan alat musik rebab. Akan tetapi yang digesek hanya satu dawai, yakni dawai yang paling dekat kepada pemain sementara dawai yang satunya lagi dimainkan dengan cara dipetik dengan jari telunjuk tangan kiri. Jentreng adalah sejenis kecapi kecil dengan tujuh dawai. Seniman yang dilibatkan adalah Kang Asep dan Kang Jaja dari daerah Ranca Kalong, Sumedang. Kesenian Tarawangsa biasanya ditampilkan pada upacara-upacara sakral tertentu yang berkaitan dengan pemujaan kepada alam dan arwah leluhur.
Kata beluk berasal dari kata ba dan aluk. Ba artinya besar dan aluk artinya ‘gorowok’ atau dalam bahasa Indonesia `berteriak’. Berbeda dengan “nembang” atau seni suara yang lainnya, kesenian Beluk tidak ‘menembangkan’ atau menyanyikan syair yang digunakan, tetapi hanya membaca dengan memainkan tinggi-rendahnya frekuensi suara. Seni Beluk merupakan sajian sekar berirama bebas atau merdeka. Salah seorang maestro Beluk yang dilibatkan adalah Mang Ayi yang berasal dari kota Subang, Jawa Barat.  Syair yang dilantunkan adalah jenis Wawacan (hikayat/cerita) yang dibawakan seperti kita jumpai dalam berbagai pupuh mulai dari pembukaan sampai pada penutupan seperti: Pupuh Kinanti, Asmaradana, Pucung, Dangdanggula, Balabak, Magatru, Mijil, Ladrang, dan sebagainya.
Jenis wawacan yang disampaikan juru beluk tergantung apa yang dikuasainya seperti Babar Nabi, Barjah, Amungsari, Jayalalana, Natasukma, Mahabarata, Mundinglaya, Lutung Kasarung, Ciung Wanara, dan sebagainya. Menurut Mang Ayi seni beluk di daerah Subang pada awalnya digunakan untuk  memberikan perintah pada kerbau ketika membajak sawah. Para petani jaman dahulu ketika membajak sawah biasanya melantunkan beluk untuk mengarahkan laju dan gerakan kerbau.
‘Laras Perlaya’ diambil dari kata bahasa sunda yang mempunyai makna ‘lagu kematian’. Tema yang diusung di album ini adalah bercerita tentang kematian dan hancurnya tatanan nilai-nilai kemanusian yang diakibatkan oleh makin menguatnya gerakan fundamentalisme dan fasisme yang mengatasnamakan agama, politik dan kekuasaan golongan tertentu. Dalam pengemasan album ini juga ikut disertakan sebuah novel yang dilengkapi dengan ilustrasi engraving karya Dinan Art yang memberikan penjabaran terhadap setiap makna lirik yang sarat dengan kalimat sarkas.
Kontak Manajemen:
Indira 0818612793
http://www.facebook.com/666forgotten666
http://www.reverbnation.com/forgotten666
 
*Album Forgotten Laras Perlaya seharga Rp 75,000 bisa didapatkan di: Omuniuum, Remains, Arena